Alasan Kenapa Internet di Indonesia Mahal & Lemot, Mungkin Bukan Salah Telkomsel Juga
ByTheWay Article - Hari ini kita dikejutkan oleh peretasan sebuah website resmi provider
ternama negeri ini. Laman resmi Telkomsel bukannya tentang promosi
produk atau hal-hal terkait, malah berisi caci maki soal harga internet
yang tinggi. Hacker
yang membobol agaknya super jago. Bahkan setelah sampai berjam-jam
setelahnya, website resmi Telkomsel belum normal kembali. Seperti biasa,
aksi ini menuai pro dan kontra. Ada yang menyindir “mau kualitas baik tapi pelit bayar“,
tapi banyak juga yang mendukung aksi hacker karena dianggap menyalurkan
aspirasi kita semua. Maklum saja, tarif internet Telkomsel memang
mahal. Yah walau jaringannya memang stabil sih.
Mengesampingkan
harga paket internet Telkomsel yang dianggap mahal dan dibagi-bagi untuk
berbagai layanan (seperti HOOQ dan VIU), harga internet di Indonesia
memang relatif mahal sih. Bukan hanya itu, kecepatan internetnya juga
cenderung lambat. Sampai akhir tahun 2016, kecepatan internet rata-rata
kita hanya 4,5 Mbps, masih dibawah kecepatan internet global yaitu 5,9
Mbps. Sedih memang. Sementara Korea Selatan sudah pakai 5G, di sini masih banyak yang ngos-ngosan pakai 3G.Jadi, kenapa sih internet Indonesia itu cenderung lambat (dan mahal)?
1. Koneksi internet membutuhkan infrastruktur yang mahal. Ini juga yang menyebabkan koneksi kita lamban
Untuk menyediakan jaringan internet, tentu perlu infrastruktur yang memadai. Mulai kabel hingga tower dan hal-hal lain yang nggak bisa kita bayangkan sebagai orang awam. Nah, untuk membangun infrastruktur yang keren ini tentu biayanya juga nggak sedikit. Karena itu juga, kurangnya infrastruktur membuat internet kita lamban. Karena jumlah penduduk Indonesia masuk masuk lima besar terbanyak di dunia, pengguna internetnya pun tinggi. Tanpa dibarengi infrastruktur yang memadai ya jadinya lemot deh.
2. Mahalnya biaya infrastruktur juga dipengaruhi oleh kondisi geografis kita. Wilayah Indonesia yang berbukit-bukit & berlembah-lembah memang cukup menantang
Terus kenapa infrastrukturnya nggak memadai? Banyak sebabnya. Salah satunya adalah faktor geografis Indonesia dan infrastruktur lainnya. Misalkan sebuah perusahaan provider internet mau mendirikan tower baru, tentunya perlu akses ke sana. Nah apakah jalan ke sana sudah bisa dilalui kendaraan proyek? Apakah energi listriknya sudah memadai? Sayangnya, banyak lokasi di Indonesia yang memang masih minim infrastruktur. Sehingga untuk membangun fasilitas internet butuh biaya yang lebih tinggi lagi. Ini juga yang membuat tarif internet per daerah atau provider bisa berbeda. Karena biaya pembangunan dan pemeliharaan infrastrukturnya juga berbeda.
3. Mengakses website luar negeri juga butuh biaya lebih. Padahal di Indonesia kita terbiasa dengan Google, Facebook, Twitter, dan Instagram
Membuka Google, Youtube, dan berbagai situs media sosial internasional sudah menjadi keseharian. Website-website tersebut servernya berada di luar negeri. Padahal untuk mengakses ke sana, kita butuh biaya lebih. Diulas oleh tipstek, untuk berlangganan koneksi internasional ini biayanya sangatlah mahal, 1 Mpbs saja bisa 100USD. Ironisnya, harga server lokal juga ternyata relatif lebih mahal. Karena itulah, banyak dari pengusaha digital, website lokal yang memilih untuk pakai server luar negeri. Mahal lagi deh biayanya.
4. Selain biaya operasional dan infrastruktur, ada juga Biaya Hak Penggunaan Frekuensi yang lumayan tinggi. Mungkin inilah yang membebani
Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHPF) adalah biaya yang harus disetor kepada pemerintah untuk setiap penggunaan frekuensi, entah itu internet, radio, ataupun televisi. Saat ini, BHPF termasuk sumber pendapatan negara yang sangat potensial lho. Nilainya pun nggak kecil. Seperti Smartfren yang harus membayar Rp242 M untuk 3 tahun. Sementara PT Telkom harus membayar trilyunan untuk tahun 2010. Besarnya BHP ini ditentukan juga oleh kapasitas bandwidht masing-masing provider. Nah barangkali karena modal yang nggak sedikit itulah yang membuat harga internet kita cenderung mahal.
5. Soal mahalnya harga internet ini, ada solusi “Sharing” yang pernah diajukan. Sayangnya hingga kini belum terealisasi
Seperti metode sharing taksi atau gerakan “nebengers” sebagai solusi mengurangi kemacetan, metode sharing ini pernah diajukan untuk menekan biaya internet. Menkominfo Rudiantara sudah mendorong Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) untuk mengkaji kemungkinan sharing infrastruktur. Hmm, apa ini maksudnya satu tower bisa dipakai bersama-sama beberapa provider? Kalau benar, apa nanti juga memungkinkan untuk sharing frekuensi? Lumayan ‘kan untuk menghemat modal?
6. Internet Indonesia memang mahal. Tapi tarif paket data di negara-negara ini akan membuatmu ternganga
Di negara-negara Afrika, akses internet masih tergolong langka. Di Gambia, untuk satu bulan internet rata-rata menghabiskan biaya sampai Rp1,3 juta. Di Ethiopia, kamu harus keluar uang Rp2,6 juta. Sama-sama di Asia Tenggara, di Myanmar biaya untuk satu bulan internet rata-rata Rp1,6 juta. Sementara negara Asia Tengah lainnya seperti Uzbekistan, biaya internet perbulannya rata-rata Rp1,71 juta. Sementara di Indonesia untuk penggunaan pribadi perbulan paling hanya menghabiskan Rp100-300 ribu. Masih lumayan ‘kan?
7. Koneksi internet Indonesia memang lambat, tapi syukurlah bukan yang terlambat. Bahkan ada yang kecepatan internetnya masih kurang dari 1 Mbps
Perkara kecepatan internet, kita memang masih perlu berbenah agar tak ketinggalan dengan negara-negara lainnya. Tapi percayalah, kecepatan internet kita masih mendingan dibanding beberapa negara lain seperti Suriah dan Libya hanya punya kecepatan 1,1-1,2 Mbps. Yemen lebih parah lagi, menjadi satu-satunya negara yang kecepatan internetnya kurang dari 1 Mbps, yaitu 0,7 Mbps. Lagipula selambat-lambatnya internet kita, paling nggak buka medsos masih lancar ‘kan?
Yah meskipun masih tergolong lambat dan mahal, tapi perkembangan percepatan internet Indonesia lumayan tinggi lho. Yang jelas jauh lebih mending dibanding warga Korea Utara yang cuma bisa buka 28 website yang dibolehin sama Kim Jong Un saja?