Warisan Berharga Itu Bernama Ilmu
ByTheWay Article - Ilmu yang diamalkan menjadi amalan yang tidak terputus walaupun seseorang telah meninggal dunia. Ilmu yang bermanfaat menjadi “penolong” dan tetap mengalirkan pahala untuk seseorang walaupun ia telah tiada.
Apa yang terpikir saat mendengar kata “warisan”? Tanah, emas, uang, harta, atau rumah beserta isinya? Semua itu bisa jadi benar. Tak jarang kebanyakan orang mempermasalahkannya ketika kedua orangtuanya meninggal. Bahkan masalah warisan sudah ramai dibahas tatkala keduanya masih hidup. Malah tidak sedikit yang saling bunuh hanya karena masalah ini. Astagfirullah.
Harta, tanah, perhiasan dan sebagainya akan habis seiring berjalannya waktu. Jika tidak digunakan dalam kebaikan, maka harta tersebut hanya hilang tanpa arti. Bahkan bisa menjadi beban kelak di yaumil akhir. Berbeda dengan ilmu, warisan yang satu ini takkan habis dilekang waktu. Walaupun sudah tua atau sudah meninggal dunia, ilmu tetap hidup dan berkembang sesuai perkembangan zaman.
Ilmu yang diamalkan menjadi amalan yang tidak terputus walaupun seseorang telah meninggal dunia. Ilmu yang bermanfaat menjadi “penolong” dan tetap mengalirkan pahala untuk seseorang walaupun ia telah tiada.
Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh” (HR. Muslim no.1631)
Harta berbuah kebaikan jika dikelola dengan ilmu. Harta yang dikelola dengan baik dan dibelanjakan di jalan Allah dapat menjadi “penolong” manusia kelak walaupun telah tiada. Begitu juga dengan anak. Mendidik anak harus tahu ilmunya. Jika salah ilmunya atau bahkan tidak tahu ilmunya, maka berimbas pada anak itu sendiri dan kepada kedua orangtuanya.
Warisan Rasulullah
Pada suatu hari Abu Hurairah berdiri di pasar Kota Madinah. Kemudian dia berkata kepada para pedagang, “Wahai para pedagang, mengapa kalian masih belum menutup dagangan kalian?” Mereka bertanya kebingungan, ” Ada apa kiranya ya Abu Hurairah?”
Abu Hurairah menjawab, “Apakah kalian tidak tahu kalau warisan Muhammad saw tengah dibagi-bagikan sehingga kalian masih berdiri di sini? Apakah kalian tidak ingin mengambil bagian kalian?” Dengan keinginan yang meluap mereka bertanya serius, “Di mana ya Abu Hurairah?!” “Di Masjid Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.
Setelah diberitahu demikian, para pedagang itu segera bergegas ke Masjid Rasulullah, sedangkan Abu Hurairah tetap tinggal di situ, tidak ikut pergi.Tak Berapa lama kemudian para pedagang itu kembali ke pasar.
Abu Hurairah bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian kembali?” Mereka segera menjawab dengan nada kesal, “Ya Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, tetapi setiba di sana kami tidak melihat ada sesuatu yang dibagikan Rasulullah.”
Abu Hurairah bertanya lagi, “Apakah kalian tidak melihat seorang pun di masjid?”. “Bukan demikian ya Abu Hurairah, kami melihat banyak orang tetapi bukan yang seperti yang kau maksud. Kami melihat banyak orang sedang salat, sementara sekelompok lainnya ada yang mengaji al-Quran, dan ada pula yang sedang memelajari soal-soal yang haram dan halal,” jawab para pedagang dengan agak sewot.
Mendengar uraian para pedagang tersebut, Abu Hurairah menjelaskan, “Wahai para pedagang, ketahuilah, itulah warisan Muhammad saw yang paling berharga untuk kalian semua.” (HR. Tabrani)
Banyak benda peninggalan Rasulullah yang tersimpan di beberapa museum. Di antaranya Museum Topkapy di Istambul Turki, Yordania, Irak dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Beberapa benda peninggalan Rasulullah itu, di antaranya: kunci Ka’bah zaman Nabi Muhammad saw, baju gamis, jejak kaki, beberapa helai rambut dari janggut Nabi Muhammad saw, pedang milik Nabi Muhammad saw, surat yang pernah ditulis Nabi Muhammad saw, pintu emas makam Nabi Muhammad saw, dan lain-lain.
Dari sekian banyak benda–benda peninggalan Nabi itu, ternyata al-Quran dan Hadits sebagai warisan peninggalan Rasulullah yang paling berharga. Keduanya menjadi pedoman umat manusia ke jalan yang benar hingga akhir zaman. Itu artinya, ilmu ternyata lebih penting daripada harta. Dengan ilmu, seseorang dapat menjalani kehidupannya dengan selamat, baik di dunia maupun di akhirat.
“Alif Laam Raa… (ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu (Muhammad) supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan, (Yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha terpuji.” (QS. Ibrahim [14]: 1)
Belajar dari Negeri Sakura
Enam hari setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, Jepang menyerah tanpa syarat pada Perang Dunia II (1942-1945). Kaisar Hirohito (bertakhta 1926-1989) berupaya membangun kembali bangsanya yang sudah porak-poranda itu. Ia memerintahkan menteri pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal dan masih hidup.
Satu sumber menyebutkan, jumlah guru yang tersisa di Jepang pada saat itu adalah sebanyak 45 ribu orang. Sejak itu, Kaisar Hirohito gerilya mendatangi para guru tersebut dan memberi perintah juga arahan. Rakyat Jepang saat itu sangat menjunjung titah dari kaisar.
Mengapa saat itu kaisar Jepang lebih mementingkan jumlah guru daripada jumlah perusahaan atau jumlah pabrik yang tersisa? Itu artinya, kaisar Jepang lebih tahu mana yang lebih menjamin kehidupan rakyatnya. Dengan ilmu yang dimiliki para guru tersebut, lihatlah kondisi Jepang sekarang. Setelah pengeboman yang menyakitkan itu, kini Jepang menjadi negara maju dari berbagai sisi.
Namun, memiliki ilmu saja tidak cukup. Ini karena ilmu juga harus didasari dengan iman kepada Allah SWT. Apalagi Allah akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Allah SWT berfirman, "… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. al-Mujadalah [58]: 11)
Mengapa Allah SWT menggandengkan antara iman dan ilmu? Karena kedua kata tersebut memiliki hubungan satu sama lain yang sangat erat. Jika orang bertambah ilmunya, maka semestinya bertambah juga imannya. Dengan ilmu dan iman yang dimiliki, maka semestinya semakin cintalah manusia kepada pencipta-nya. Karena pada hakikatnya ilmu diciptakan Allah agar manusia mengenal dan menjadi dekat dengan-Nya. Wallahu ‘alam bishawab. (Astri Rahmayanti)
Harta, tanah, perhiasan dan sebagainya akan habis seiring berjalannya waktu. Jika tidak digunakan dalam kebaikan, maka harta tersebut hanya hilang tanpa arti. Bahkan bisa menjadi beban kelak di yaumil akhir. Berbeda dengan ilmu, warisan yang satu ini takkan habis dilekang waktu. Walaupun sudah tua atau sudah meninggal dunia, ilmu tetap hidup dan berkembang sesuai perkembangan zaman.
Ilmu yang diamalkan menjadi amalan yang tidak terputus walaupun seseorang telah meninggal dunia. Ilmu yang bermanfaat menjadi “penolong” dan tetap mengalirkan pahala untuk seseorang walaupun ia telah tiada.
Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh” (HR. Muslim no.1631)
Harta berbuah kebaikan jika dikelola dengan ilmu. Harta yang dikelola dengan baik dan dibelanjakan di jalan Allah dapat menjadi “penolong” manusia kelak walaupun telah tiada. Begitu juga dengan anak. Mendidik anak harus tahu ilmunya. Jika salah ilmunya atau bahkan tidak tahu ilmunya, maka berimbas pada anak itu sendiri dan kepada kedua orangtuanya.
Warisan Rasulullah
Pada suatu hari Abu Hurairah berdiri di pasar Kota Madinah. Kemudian dia berkata kepada para pedagang, “Wahai para pedagang, mengapa kalian masih belum menutup dagangan kalian?” Mereka bertanya kebingungan, ” Ada apa kiranya ya Abu Hurairah?”
Abu Hurairah menjawab, “Apakah kalian tidak tahu kalau warisan Muhammad saw tengah dibagi-bagikan sehingga kalian masih berdiri di sini? Apakah kalian tidak ingin mengambil bagian kalian?” Dengan keinginan yang meluap mereka bertanya serius, “Di mana ya Abu Hurairah?!” “Di Masjid Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.
Setelah diberitahu demikian, para pedagang itu segera bergegas ke Masjid Rasulullah, sedangkan Abu Hurairah tetap tinggal di situ, tidak ikut pergi.Tak Berapa lama kemudian para pedagang itu kembali ke pasar.
Abu Hurairah bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian kembali?” Mereka segera menjawab dengan nada kesal, “Ya Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, tetapi setiba di sana kami tidak melihat ada sesuatu yang dibagikan Rasulullah.”
Abu Hurairah bertanya lagi, “Apakah kalian tidak melihat seorang pun di masjid?”. “Bukan demikian ya Abu Hurairah, kami melihat banyak orang tetapi bukan yang seperti yang kau maksud. Kami melihat banyak orang sedang salat, sementara sekelompok lainnya ada yang mengaji al-Quran, dan ada pula yang sedang memelajari soal-soal yang haram dan halal,” jawab para pedagang dengan agak sewot.
Mendengar uraian para pedagang tersebut, Abu Hurairah menjelaskan, “Wahai para pedagang, ketahuilah, itulah warisan Muhammad saw yang paling berharga untuk kalian semua.” (HR. Tabrani)
Banyak benda peninggalan Rasulullah yang tersimpan di beberapa museum. Di antaranya Museum Topkapy di Istambul Turki, Yordania, Irak dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Beberapa benda peninggalan Rasulullah itu, di antaranya: kunci Ka’bah zaman Nabi Muhammad saw, baju gamis, jejak kaki, beberapa helai rambut dari janggut Nabi Muhammad saw, pedang milik Nabi Muhammad saw, surat yang pernah ditulis Nabi Muhammad saw, pintu emas makam Nabi Muhammad saw, dan lain-lain.
Dari sekian banyak benda–benda peninggalan Nabi itu, ternyata al-Quran dan Hadits sebagai warisan peninggalan Rasulullah yang paling berharga. Keduanya menjadi pedoman umat manusia ke jalan yang benar hingga akhir zaman. Itu artinya, ilmu ternyata lebih penting daripada harta. Dengan ilmu, seseorang dapat menjalani kehidupannya dengan selamat, baik di dunia maupun di akhirat.
“Alif Laam Raa… (ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu (Muhammad) supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan, (Yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha terpuji.” (QS. Ibrahim [14]: 1)
Belajar dari Negeri Sakura
Enam hari setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, Jepang menyerah tanpa syarat pada Perang Dunia II (1942-1945). Kaisar Hirohito (bertakhta 1926-1989) berupaya membangun kembali bangsanya yang sudah porak-poranda itu. Ia memerintahkan menteri pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal dan masih hidup.
Satu sumber menyebutkan, jumlah guru yang tersisa di Jepang pada saat itu adalah sebanyak 45 ribu orang. Sejak itu, Kaisar Hirohito gerilya mendatangi para guru tersebut dan memberi perintah juga arahan. Rakyat Jepang saat itu sangat menjunjung titah dari kaisar.
Mengapa saat itu kaisar Jepang lebih mementingkan jumlah guru daripada jumlah perusahaan atau jumlah pabrik yang tersisa? Itu artinya, kaisar Jepang lebih tahu mana yang lebih menjamin kehidupan rakyatnya. Dengan ilmu yang dimiliki para guru tersebut, lihatlah kondisi Jepang sekarang. Setelah pengeboman yang menyakitkan itu, kini Jepang menjadi negara maju dari berbagai sisi.
Namun, memiliki ilmu saja tidak cukup. Ini karena ilmu juga harus didasari dengan iman kepada Allah SWT. Apalagi Allah akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Allah SWT berfirman, "… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. al-Mujadalah [58]: 11)
Mengapa Allah SWT menggandengkan antara iman dan ilmu? Karena kedua kata tersebut memiliki hubungan satu sama lain yang sangat erat. Jika orang bertambah ilmunya, maka semestinya bertambah juga imannya. Dengan ilmu dan iman yang dimiliki, maka semestinya semakin cintalah manusia kepada pencipta-nya. Karena pada hakikatnya ilmu diciptakan Allah agar manusia mengenal dan menjadi dekat dengan-Nya. Wallahu ‘alam bishawab. (Astri Rahmayanti)